Malam ini masih seperti kemarin. Sepi dan sunyi. Angin kemarau berkejaran nakal mengusik kesendirianku. Memaksa dedaunan bergesekan hingga menimbulkan suara khas malam kemarau. Ini malam kesekian kalinya aku menunggunya. Ia pernah janji akan datang menemuiku dengan caranya sendiri. Ia akan lari lewat jendela kamar dan berjanji menemuiku. Aku sempat terperanjat melihat kekonyolan niatnya. Tapi tawaku segera terhenti melihat keseriusannya.
"Serius, Ga. Aku tidak siap untuk bertunangan dengan lelaki itu."
"Kenapa?" tanyaku serak.
Di dadaku sudah penuh sergapan cemburu.
Tapi Amel hanya diam. Matanya yang sendu menatapku penuh makna. Di bola matnya seperti terpendar kerinduan kepadaku. Tapi segera kubuang perasaan itu. Aku tidak ingin berharap banyak. Aku tahu siapa Amel. Ia anak perempuan satu-satunya dari keluarga Pak Suryo. Siapa yang tidak kenal keluarganya yang kaya, ningrat dan sangat disegani masyarakat luas itu. Katanya Pak Suryo juga akan mencalonkan diri sebagai anggota wakil rakyat pusat.
"Kamu mau bantu aku, nggak?"
Tanyanya mengejutkan lamunanku yang semakin jauh.